Indonesia dan Uni Eropa Tandatangani Persetujuan Bersejarah Perdagangan Kayu dari Sumber Legal

Tue, 01 October 2013

Nomor : S. 276/PHM-1/2013

Menteri Kehutanan Republik Indonesia Zulkifli Hasan, Komisioner Eropa Bidang Lingkungan Janez Poto?nik, dan Menteri Lingkungan Hidup Lithuania Valentinas Mazuronis yang merupakan Presidensi Uni Eropa, menandatangani Persetujuan Kerjasama antara Indonesia dan Uni Eropa (UE) dalam Penegakan Hukum, Tata Kelola, serta Perdagangan Bidang Kehutanan atau Voluntary Partnership Agreement on Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT–VPA) pada Senin, 30 September 2013 di Brussel (Belgia).

FLEGT-VPA bertujuan untuk menghentikan perdagangan kayu ilegal dan memastikan hanya kayu dan produk kayu yang telah diverifikasi legalitasnya yang boleh diimpor UE dari Indonesia. Indonesia adalah negara Asia pertama yang menandatangani FLEGT-VPA dengan UE, dan sejauh ini merupakan negara pengekspor kayu terbesar yang melakukan penandatanganan FLEGT-VPA. Penandatanganan ini merupakan puncak dari negosiasi yang intensif dan konstruktif selama enam tahun yang melibatkan pihak swasta, masyarakat sipil, serta pemerintah dari kedua pihak.

Persetujuan ini mencakup sistem lisensi atas produk kayu yang diekspor dari Indonesia ke negara mana pun yang merupakan 28 negara anggota UE, berdasarkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang merupakan sistem penjaminan legalitas kayu Indonesia dan merupakan yang pertama di dunia yang pelaksanaannya sejalan dengan asas-asas dalam FLEGT. Begitu FLEGT-VPA berjalan secara penuh dan diterbitkannya lisensi FLEGT, maka produk kayu Indonesia akan dinyatakan sudah memenuhi ketentuan Peraturan Kayu UE atau EU Timber Regulation (EUTR) Nomor 995/2010 yang melarang penempatan maupun peredaran produk kayu ilegal di pasar UE. Para pelaku usaha di UE pun tak perlu melakukan proses uji tuntas atau due diligence terhadap produk kayu yang telah berlisensi FLEGT.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan bahwa Persetujuan ini merupakan terobosan kerjasama strategis yang penting antara negara produsen dan konsumen, khususnya antara Indonesia dan UE dalam memerangi pembalakan liar serta perdagangannya. “Persetujuan ini menunjukkan bahwa kedua pihak tidak memberikan toleransi sama sekali terhadap pembalakan liar dan perdagangannya, sekaligus merupakan cerminan komitmen bersama untuk mendorong perdagangan kayu dengan jaminan sertifikasi legalitas,” katanya.

Komisioner Lingkungan UE Janez Poto?nik pada penandatanganan tersebut menyatakan, “Saya sangat gembira UE dan Indonesia menyatukan kekuatan dalam upaya nyata untuk mencapai tujuan bersama mengatasi pembalakan liar serta perdagangannya. Persetujuan ini berdampak baik terhadap lingkungan hidup dan baik pula bagi usaha yang bertangungjawab, dan juga akan meningkatkan keyakinan konsumen akan kayu dari Indonesia.”
Menteri Lingkungan Hidup Lithuania Mazuronis mengatakan bahwa Presidensi UE menyambut baik penandatanganan Persetujuan tersebut yang menandakan babak baru dan penting hubungan antara Indonesia dan UE, serta berharap dalam pelaksanaan Persetujuan akan dapat berlangsung secara lancar dan sukses.

Penandatanganan Persetujuan ini membawa Indonesia dan UE masuk ke proses ratifikasi masing-masing, untuk melapangkan jalan bagi pelaksanaan penuh FLEGT-VPA yang akan terjadi begitu kedua pihak menilai skema lisensi FLEGT sudah siap untuk dijalankan. (*)

Jakarta, 30 September 2013
Kepala Pusat Humas Kehutanan

TTD
S u m a r t o
NIP. 19610708 198703 1 002

CATATAN

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Indonesia (SVLK)

SVLK bersifat wajib atau mandatori bagi unit usaha hutan dan industri perkayuan di Indonesia. Unit usaha kehutanan tersebut harus menjalani verifikasi oleh pihak ketiga independen berakreditasi dengan menggunakan standar legalitas yang telah dikembangkan secara intensif melalui proses multipihak selaras dengan tata kelola kehutanan yang baik atau good forestry governance. Cakupan verifikasi meliputi penebangan atau pemanenan kayu, pengangkutan, pengolahan, serta perdagangannya dengan memastikan pemenuhannya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan yang terkait, termasuk di dalamnya aspek lingkungan dan hak-hak pekerja.

Penerbitan Dokumen V-Legal dimaksudkan untuk menjamin bahwa ekspor produk kayu sudah sesuai dengan hukum dan peraturan tentang kehutanan di Indonesia, dan bahwa produk yang dilengkapi dengan dokumen tersebut berasal dari sumber legal dan telah ditebang, diangkut, diolah, serta diperdagangkan secara legal. Dibangun untuk menekan pembalakan liar dan melindungi industri kehutanan dari hulu hingga hilir, SVLK akan meningkatkan daya saing produk kayu Indonesia di pasar global, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, membangun budaya penggunaan produk kayu legal, mengangkat harkat bangsa, serta mendorong tercapainya pengelolaan hutan lestari atau sustainable forest management (SFM). Penyusunan SVLK melalui proses panjang pembangunan sistem dan merupakan inisiatif Indonesia menjawab kebutuhan global akan pemanfaatan sumber daya alam dengan lebih bertanggungjawab.

Peraturan Menteri Perdagangan No. 64/2012 pada 22 Oktober 2012 menggantikan Peraturan No. 20/2008 yang mengatur ekspor kayu dan produk kayu. Berdasarkan peraturan ini, ekspor produk kayu dari Indonesia harus disertai Dokumen V-Legal bagi para pemegang sertifikat legalitas kayu berdasarkan skema SVLK. Peraturan ini selaras dengan Peraturan Menteri Kehutanan bahwa unit usaha kehutanan wajib memiliki sertifikat SVLK. Peraturan tentang impor kayu dan produk kayu yang sejalan dengan pelaksanaan SVLK juga tengah disusun pada saat ini.

Skema lisensi ekspor dengan menyertakan Dokumen V-Legal sudah sepenuhnya dilaksanakan sejak 1 Januari 2013 mencakup 26 pos tarif. Sejak 2010 lebih dari 20 juta hektar hutan dan lebih dari 700 unit berbagai industri perkayuan sudah mendapatkan sertifikat SVLK. Penerapan skema verifikasi ini akan dikembangkan lanjut terhadap 14 pos tarif berikutnya, termasuk di dalamnya produk furnitur.

Sejak 2010, lebih dari 700 unit industri perkayuan, termasuk industri kecil-menengah (IKM) sudah menjalani proses audit atau verifikasi, dan hanya 23 di antaranya gagal lulus untuk mendapatkan sertifikat legalitas kayu. Lebih dari 20 juta hektar (286 unit usaha kehutanan yang meliputi hutan alam, hutan tanaman, maupun hutan milik) yang telah menjalani audit dan sudah mendapatkan sertifikat legalitas kayu dan bahkan sertifikat pengelolaan lestari (SFM). Indonesia terus bekerja menerapkan skema ini bagi seluruh unit usaha hutan serta industri perkayuan.

Persetujuan VPA ini bersifat mengikat secara hukum bagi kedua pihak dan memperkuat upaya bersama Indonesia dan UE dalam memastikan bahwa pasar UE hanya mengimpor produk kayu yang telah mendapatkan sertifikat legal dari Indonesia. Atas dasar kesepakatan tersebut, juga dibentuk mekanisme pemantauan dan evaluasi yang berkala.

FLEGT VPA


Elemen penting dari Rencana Aksi atau Action Plan FLEGT adalah skema kerjasama untuk memastikan bahwa hanya kayu yang dipanen secara legal yang boleh diimpor UE dari negara-negara yang turut serta dalam skema ini. Landasan hukum UE untuk skema VPA ini adalah Peraturan yang ditetapkan pada Desember 2005, serta Peraturan Pelaksanaan pada tahun 2008, yang memberikan kewenangan akan adanya kontrol atas masuknya kayu atau produk kayu ke UE dari negara mitra FLEGT VPA.

Begitu disepakati, FLEGT VPA mencakup komitmen dan tindakan nyata dari kedua pihak untuk menghentikan perdagangan kayu yang berasal dari tebangan liar, yakni melalui skema lisensi untuk memverifikasi legalitas kayu yang diekspor ke UE. Kesepakatan ini juga untuk mendorong penegakan hukum kehutanan yang lebih baik dan juga mendorong pendekatan pelibatan masyarakat sipil serta pelaku usaha kehutanan.

Informasi lebih rinci ada di http://ec.europa.eu/environment/forests/flegt.htm dan khusus tentang FLEGT VPA antara Indonesia-UE di:
http://www.euflegt.efi.int/files/attachments/euflegt/briefing_note_indonesia en.pdf

Melayani hak anda untuk tahu