Cegah Karhutla 2018, KLHK Perkuat Patroli Terpadu

Wed, 17 January 2018

Nomor : SP.24/HUMAS/PP/HMS.3/01/2018

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu, 17 Januari 2018. Lembaga ad hoc sementara atau permanen? Inilah pertanyaan utama berkaitan dengan pengendalian, pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) pada workshop yang diselenggarakan KLHK (17/1/2018).

Melalui workshop ini, KLHK ingin mencari bentuk ideal patroli terpadu pencegahan karhutla kedepan. 

Persoalan karhutla tidak mungkin di atasi kalau tidak ada manajemen di tingkat tapak. Fakta tahun 2015 dimana luas lahan terbakar mencapai 2,6 juta hektar, yang sebagian besar lahan terbakar terdapat di wilayah tapak atau desa.

Masih berkaca dari pengalaman tahun 2015, dimana sebagian besar tindakan berupa pemadaman, maka mulai tahun 2016 dan dimantapkan tahun 2017 upaya pencegahan diperbanyak melalui patroli terpadu dengan menggerakkan masyarakat, pemerintah desa dan aparat TNI Polri. Setiap hari, tim Patroli Terpadu bertugas untuk monitoring kawasan, melakukan sosialisasi, melaksanakan groundcheck yang jika terdapat api, langsung melakukan pemadaman, dan membuat laporan kepada posko di pusat.

"Keuntungan dari patroli gabungan terpadu ini adalah jika ada api dapat langsung dipadamkan.", ujar Raffles. Lebih lanjut Raffles menerangkan bahwa tahun 2015 upaya pemadaman masih menunggu citra satelit muncul, kemudian melakukan pengecekan di lapangan. Waktu yang diperlukan dari munculnya citra satelit hingga pengecekan dilapangan mencapai lebih dari 4 jam, sehingga api sudah sangat besar dan sulit untuk dipadamkan.

Namun, tim yang terbentuk untuk melakukan patroli gabungan ini masih bersifat ad hoc atau sementara, dan hanya bekerja jika dibutuhkan. Raffless mengutarakan bahwa untuk masalah kebakaran di dalam kawasan hutan, terdapat Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang menjadi koordinatornya. Demikian juga dengan kebakaran hutan di kawasan Taman Nasional dikoordinir oleh Brigadir Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan yang dikenal dengan sebutan Manggala Agni. Namun, kebakaran pada lahan-lahan masyarakat di desa inilah yang belum ada koordinatornya dan ingin dibentuk lembaganya secara permanen.

Raffles menggarisbawahi bahwa KLHK tidak ingin membentuk lembaga baru, namun memperkuat lembaga yang sudah ada di desa. "Ada potensi lembaga yang sudah ada di desa, dipermanenkan untuk digerakkan.", jelas Raffles. Lembaga-lembaga di desa yang sudah ada seperti Satuan Perlindungan Masyarakat (Satlinmas) dapat diaktifkan kembali. Jika sudah aktif, maka sumber pendanaan untuk pengendalian karhutla menjadi lebih banyak.

Jika skema kelembagaan sudah jelas, skema pendanaannya juga akan diatur. Tahun-tahun sebelumnya, sumber dana untuk penanganan karhutla hanya bersumber dari KLHK. Namun, dengan diserahkannya kewenangan pengendalian karhutla ke tingkat tapak, potensi sumber dana selain APBN adalah dari Dana Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, Anggaran Pemerintah Daerah, dan lembaga donor.

Ini juga akan berakibat dengan kemajuan ekonomi masyarakat, dimana dana tersebut tidak hanya digunakan untuk memadamkan api, tapi juga dapat digunakan untuk aktifitas lain seperti pengembangan pertanian dengan pengelolaan lahan tanpa bakar.

Hadir dalam workshop ini, Direktur Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Raffles B. Pandjaitan, perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta dari Bank Dunia.(*)

Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi – 081375633330

Melayani hak anda untuk tahu