Thu, 19 July 2018
Indonesia Membawa Kepentingan Nasional ke Tingkat Global .
Biro Humas KemenLHK, Paris : Proses negosiasi untuk menyelamatkan bumi dari bencana iklim memasuki tahapan penting dalam mencapai kesepakatan global yang tertuang dalam Paris Agreement (Kesepakatan Paris) karena pada Sabtu, 12 Desember 2015 negosiator dari 192 negara yang hadir Pada Konferensi Para Pihak (COP) 21/MOP 21 Konvensi Perubahan Iklim di Le Bourget Paris harus bekerja keras untuk menyepakati teks keputusan dan Kesepakatan Paris. Pada saat ini masih ada perbedaan pandangan dan kepentingan antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang terutama terkait dengan ambisi dan pendanaan.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya yang hadir pada konferensi tersebut menyampaikan bahwa memang tidak mudah untuk menghasilkan kesepakatan agar dapat mengakomodasi perbedaan kepentingan antara negara maju dan negara berkembang, termasuk negara kepulauan kecil. Ia menambahkan bahwa Alotnya untuk mencapai kesepakatan ini menyebabkan proses negoisasi berlangsung hingga pagi hari. Diperkirakan Konferensi ini akan berakhir sabtu 12 Desember 2015.
Menteri Siti Nurbaya sangat mengapresiasi komitmen dari para negosiator Indonesia yang terus mengupayakan agar proses negosiasi ini dapat menghasilkan keputusan yang dapat melindungi kepentingan nasional dan rakyat Indonesia. Siti Nurbaya menegaskan bahwa ada beberapa isu penting yang menjadi perhatian. Pertama, berkaitan dengan ambisi untuk penurunan suhu global, pemerintah harus mengambil posisi tegas dalam mengurangi dampak perubahan iklim dengan tetap memperhatikan pembangunan perekonomian nasional secara berkelanjutan sesuai dengan amanat UU Dasar 1945.
Komitmen Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan nasional menurut Menteri Siti Nurbaya sudah terakomodasi dimana antara lain draft Keputusan dan Paris Agreement ini sudah mengakomodasikan isu kehutanan (REDD+) dan pelaksaan kesepakatan yang berdasarkan kesetaraan dengan tangung jawab yang berbeda antara negara maju dan berkembang (equity and common but differentiated responsibilities).
Sementara itu, berkaitan dengan seberapa besar batas kenaikan suhu global yang harus disepakati. Menteri Siti Nurbaya mengatakan posisi Indonesia adalah mendorong agar Kesepakatan Paris ini dapat menyepakati batas kenaikan suhu 2 derajat celcius dengan komitment untuk menuju batas kenaikan (moving toward) suhu 1.5 derajat celcius. Upaya ini harus didukung melalui penerapan berbagai upaya terbaik, penguatan tata kelola dan kerjasama, serta memastikan adanya enabling actions yang tepat.
Isu lainnya menurut Siti Nurbaya, Keberadaan sumber daya pendanaan yang berkelanjutan dan "predictable" juga menjadi perhatian dari delegasi berbagai negara. Ketersedian pendanaan merupakan salah satu enabling condition dari keberhasilan pelaksanaan upaya global dalam pengendalian perubahan iklim, khususnya yang dilakukan oleh negara-negara berkembang. Indonesia menyatakan bahwa negara maju shall provide financial resources dan other party may on voluntary basis provide resource. Indonesia mengusulkan finansial untuk perubahan iklim diluar dari ODA (Official Development Assistance merupakan skema bantuan yang diperuntukkan bagi negara berkembang dari negara maju yang selam ini telah dilakukan). Disamping itu kelembagaan dan upaya untuk mendukung transparansi juga menjadi salah satu isu krusial yang akan disepakati dalam Konferensi ini.
Rachmat Witoelar, Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim yang hadir bersama dengan Menteri LHK mengatakan bahwa pada konferensi ini, selama proses negosiasi, Indonesia telah memainkan peran sebagai poros antar berbagai kepentingan yang ada diantara para pihak yang berkepentingan terhadap kesepakatan-kesepakatan konferensi perubahan iklim ini.
Pada kesempatan ini, Menteri LHK Siti Nurbaya menegaskan kembali bahwa kondisi-kondisi diatas sangat penting untuk diperjuangkan oleh Delegasi Republik Indonesia agar dampak perubahan iklim dapat dikendalikan, sekaligus dapat menjamin tersedianya ruang dan sumber daya untuk pembangunan ekonomi nasional secara berkelanjutan.
Memperjuangkan kepentingan global menurut Siti Nurbaya penting. Akan tetapi ia menambahkan bahwa memperjuangkan kepentingan nasional tidak kalah penting, tetap nomor satu. Oleh karena itu, Menteri LHK terus mengawal proses negoisasi ini sejak awal hingga memasuki akhir proses negoisasi di COP 21 di Paris ini demi memperjuangkan kepentingan nasional.
Penanggungjawab berita dan kontak:
1. Menteri LHK, Siti Nurbaya, +628121116061
2. Utusan Khusus Presiden Untuk Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar +6281282845494
3. Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim, Nur Masripatin, +628121970235
4. Staf Ahli Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam, Agus Justianto, +628129199192
5. Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Eka W. Soegiri, +62816810859