Mon, 24 October 2016
Nomor : SP. 106 /HUMAS/PP/HMS.3/10/2016
Jakarta, Biro Humas KLHK : Kebutuhan negara kita akan energi makin meningkat setiap tahunnya. Saat ini Indonesia masih mengandalkan energi dari minyak bumi dan batubara dalam memenuhi kebutuhan energi tanah air. Dengan disepakatinya Persetujuan Paris menjadi Rancangan Undang-undang di Indonesia, maka Indonesia perlu mempersiapkan regulasi yang tepat dengan disertai inovasi teknologi untuk dapat membuka potensi-potensi energi terbarukan di negara ini. Untuk itu DPR RI Komisi IV, VI, VII, XI bersama Menko Bidang Kemaritiman, Menteri LHK, Menteri ESDM, Menteri BAPPENAS, Menristekdikti, Menteri Keuangan, PLN, Pertamina, NGO, penggiat dan pelaku industri panas bumi, hari ini, Senin (24/10/2016) mengadakan Senior Officials Meeting yang bertema Potensi, Tantangan dan Usulan Solusi Pengembangan Panas Bumi di Indonesia.
Dengan di ratifikasinya Persetujuan Paris (Paris Agreement) menjadi RUU, membuat Indonesia perlu memprioritaskan komitmennya dalam menahan laju kenaikan suhu bumi dengan pengurangan emisi karbon melalui penggunaan energi dari fosil ke energi terbarukan, seperti panas bumi. Indonesia yang berada di kawasan cincin api dunia memiliki potensi panas bumi sebesar 30 Giga Watts yang tersebar di 330 titik potensi dan baru dimanfaatkan hanya sekitar 5% dari seluruh potensi yang ada.
Visi penggunaan bauran energi sejatinya telah tertuang dalam Perpres No. 5 thn 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan energi alternatif, dan energi panas bumi sendiri disarankan untuk berkontribusi sebesar 4,8% dari target 23% sekitar
Enam tantangan utama dalam pengembangan energi panas bumi di Indonesia menurut DPR RI adalah:
Resiko pembiayaan dan investasi panas bumi, dimana proyek panas bumi membutuhkan modal yang besar dengan resiko investasi yang tinggi, khususnya dalam bidang eksplorasi panas bumi tersebut. DPR berpandangan pemerintah perlu menggunakan fasilitas pendanaan seperti dana panas bumi, dana hibah, dan dana pinjaman luar negri, dan untuk BUMN dapat diperkuat dengan skema Penyertaan Modal Negara (PMN).
Untuk pengembang yang mengharapkan suatu wilayah kerja panas bumi, pemerintah akan melaksanakan proses lelang, sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang Panas Bumi No.21 Thn.2014, selain itu dapat pula dilakukan penugasan kepada BUMN untuk mengelola suatu wilayah panas bumi.
Peraturan bersama Menteri ESDM dan Menteri Keuangan, Menteri BUMN pada tahun 2013 yang mengatur status kepemilikan aset panas bumi yang berasal dari kontrak operasi bersama untuk ditinjau kembali, DPR merasa perlu sebuah permen yang mengatur larangan pengalihan kontrak kerja penggunaan konsesi.
Tentang jual beli listrik dari panas bumi, PLN sebagai pembeli tunggal di Indonesia, wajib membeli listrik dari pembangkit listrik panas bumi, sesuai dengan yang tercantum dalam Permen ESDM No.17 Thn. 2014 pasal 2 ayat 1, akan tetapi dalam implementasinya sering menimbulakan masalah karena tidak adanya titik temu harga antara PLN dan pengembang. DPR mengharapkan adanya percepatan rencana pemerintah mengenai usaha panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung dengan skema fix tariff.
Mengenai pengadaan lahan dan lingkungan, dimana dalam UU No. 21 Thn. 2014, kegiatan pengelolaan panas bumi dapat dilakukan diwilayah hutan konservasi melalui ijin pemanfaatan jasa lingkungan, ijin yang diberikan saat ini ada di zona rimba, zona inti dengan berdasarkan PP No. 108 Thn 2015, dan saat ini sedang dilakukan revisi UU No.2 Thn 1990 untuk sinkronisasi mengenai jasa lingkungan. Melihat sebagian besar potensi panas bumi ada dilam zona inti, sehingga diperlukan standar prosedur untuk perubahan zonasi. Selanjutnya untuk tarif yang akan dikenakan atas jenis penerimaan negara bukan kena pajak yang ada di KLHK seperti yang diatur pada PP No.12 Thn. 2014, harus menyesuaikan dengan besaran lahan yang digunakan dan pertimbangan ekonomi listrik panas bumi.
Mengenai penelitian dan data mengenai penghematan energi, dalam rangka penghematan energi baru dan terbarukan, dan mendapat data-data yang akurat untuk mengkonfirmasi cadangan panas bumi serta melakukan kajian dan penelitian yang terkait energi baru dan terbarukan, khususnya panas bumi, pemerintah dapat bekerjasama dengan universitas, badan penelitian, konsultan ahli dan asosiasi untuk membentuk pusat riset untuk melakukan studi kelaikan teknis.
Koordinasi dengan Pemda setempat sangat diperlukan untuk mengatasi isu sosial dan membagun kesadaran masyarakat tentang manfaat pentingnya proyek pengembangan panas bumi, oleh karena itu peningkatan pemahaman masyarakat melalui sosialisasi sangat dibutuhkan, selain itu keterlibatan masyarakat dalam bentuk penyerapan tenaga kerja juga perlu dilakukan oleh pengembang. Lebih lanjut panas bumi juga dapat langsung digunakan untuk pertanian, perkebunan dan masih banyak lagi, sehingga diharapkan mampu mendorong UKM di sekitar kawasan.
Disaat yang sama Menteri LHK menyatakan, bahwa terkait regulasi untuk pemanfaatan panas bumi, pada dasarnya KLHK mendukung dan menyiapkan regulasi, agar pemanfaatan panas bumi ini bisa kita laksanakan, dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip konservasi. Lebih lanjut MenLHK juga menerangkan perlunya untuk melihat revolusi dari regulasi-regulasi mulai dari kesepakatan Menteri ESDM dengan Menteri Kehutanan pada waktu itu hingga PP yang dikeluarkan tahun 2015 lalu.
Menurut MenLHK ada dua pola yang digunakan untuk memanfaatkan potensi panas bumi di areal konservasi, yaitu melalui pola pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) apabila sumber energi berada di kawasan hutan lindung. Pola selanjutnya adalah ijin pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi (IPJLPB) bila sumber energi berada di kawasan konservasi. Sementara untuk sumber energi yang berada di kawasan cagar alam, Menteri LHK menyatakan sumber-sumber di wilayah ini akan tetap dilindungi.
Untuk mengurangi dampak negatif dari eksplorasi panas bumi yang berada di wilayah konservasi, Menteri LHK merasa perlu bekerjasama dengan Pemda, khususnya dalam sosialisasi manfaat energi panas bumi. Fakta lapangan kawasan juga perlu dilihat, apakah fungsi lingkungannya tetap aman, sehingga perlu kajian empirik dilapangan, dan pemerintah perlu meyakinkan bahwa tidak akan terjadi gangguan pada biodifersitas di kawasan pengelolaan panas bumi ini.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral Ignatius Jonan menanggapi paparan DPR RI mengatakan, bahwa di ESDM energi panas bumi merupakan salah satu agenda prioritas yang pengembangannya sebenarnya harus lebih cepat dari pada energi yang berasal dari fosil. Ditambah lagi, penggunaan energi baru dan terbarukan ini membawa misi global untuk mencegah kenaikan suhu bumi.
Jonan melanjutkan bahwa hingga kini 90% energi yang digunakan di Indonesia berasal dari energi fosil, bahkan dapat dipastikan hampir 99% transportasi di Indonesia masih menggunakan energi ini. Untuk itu ESDM akan melakukan kajian guna mendorong terjadinya investasi pada eksplorasi panas bumi ini.
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Novrizal Tahar – 0818432387