Indonesia Memberi Penekanan, Pelaporan Adaptasi Tidak Akan Menambah Beban Baru

Mon, 21 November 2016

SIARAN PERS
Nomor : SP. 131 /HUMAS/PP/HMS.3/11/2016

Indonesia Memberi Penekanan, Pelaporan Adaptasi Tidak Akan Menambah Beban Baru

Marakesh, Maroko, Biro Humas KLHK, 20 November 2016: Dalam persidangan COP, negara berkembang selalu menekankan pentingnya perlakuan yang adil (equity, balance) antara mitigasi dan adaptasi. Salah satu agenda yang menjadi pembahasan pada bagian adaptasi adalah Adaptation Communication atau Komunikasi Adaptasi. Komunikasi adaptasi merupakan pelaporan kegiatan adaptasi di setiap negara. Saat ini masih dibahas hal-hal apa saja yang akan dikomunikasikan di dalam kegiatan adaptasi. Bagi Indonesia, mengkomunikasikan adaptasi ini sangat penting karena menyangkut memperoleh pengakuan (rekognisi) aksi-aksi adaptasi yang dilakukan Indonesia sebagai kontribusi dari negara berkembang dalam aksi perubahan iklim global (global climate action) serta tujuan global sesuai dengan Pasal 7.3 Paris Agreement. 

Selain itu komunikasi adaptasi dapat menjadi alat untuk mengidentifikasi kontribusi dari aksi adaptasi dalam rangka meningkatkan ketahanan dan kapasitas melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Komunikasi adaptasi termasuk dalam mandat Paris Agrement yang tercatat pada pasal 7. 

Dalam pelaksanaan COP22, komunikasi adaptasi ini dibahas pada persidangan APA agenda poin ke-4. Agenda tersebut membahas empat hal termasuk tujuan (purpose), elemen (element), alat/kendaraan (Vehicle), dan keterkaitan (interlinkage) dari komunikasi adaptasi. Pembahasan tujuan meliputi tujuan dan mandat penyusunan strategi komunikasi, sedangkan “elemen” membahas tentang isi yang akan dikomunikasikan di dalam pelaporan. Menurut Sri Tantri Direktur Adaptasi Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim-KLHK selaku pimpinan negosiator bidang adaptas,”Negosiasi penentuan tujuan dan elemen terkait rencana program adaptasi di setiap negara sangat ketat”. Sri Tantri menerangkan hal ini terjadi karena bagi negara berkembang komunikasi adaptasi tidak saja sebagai instrumen penyampaian rekognisi upaya-upaya adaptasi yang telah dilaksanakan oleh negara berkembang tersebut, serta kontribusinya terhadap tujuan global, namun komunikasi adaptasi juga harus memberikan gambaran untuk mengetahui sejauh mana rentang (gap) dan kebutuhan negara dalam mencapai ketahanan terhadap perubahan iklim tanpa menambah beban baru. 

Lebih lajut berkaitan dengan alat (vehicle), pembahasan ini menyangkut jalur komunikasi apa saja yang dapat digunakan untuk menyampaikan komunikasi adaptasi ini. Alat atau instrumen yang saat ini tersedia adalah Komunikasi Nasional (National Communication), Rencana Adaptasi Nasional (National Adaptation Plan), Kontribusi Penurunan Emisi Nasional (Nationally Determined Contribution) atau pelaporan lainnya. Sedangkan bagaimana keterkaitan (interlinkage) komunikasi adaptasi dengan transparansi dan pelaporan global- secara kolektif (global stocktake), merupakan pembahasan selanjutnya dari beberapa hal yang dibahas dalam komunikasi adaptasi. 

Di dalam pembahasan sempat disampaikan perlu tidaknya perbedaan penyampaian dari konten komunikasi adaptasi antara negara berkembang dan negara maju, salah satu usulan yang membedakan untuk negara maju adalah perlu disampaikan dukungan apa saja yang sudah diberikan berkaitan dengan adaptasi perubahan iklim.

Sri Tantri, mewakili Indonesia menyampaikan intervensi Indonesia agar komunikasi adaptasi ini juga turut mempertimbangkan fleksibilitas dan perbaikan dari waktu ke waktu. Indonesia juga menyampaikan bahwa ada keterkaitan antara adaptasi komunikasi dan transparansi kerangka kerja, serta pelaporan global (secara kolektif). Tantri juga menyatakan, bahwa komunikasi adaptasi harus berisi prioritas, rencana aksi dan kebutuhan yang diperlukan serta dukungan yang sudah diterima. 

Selain itu Indonesia juga menyampaikan perkembangan dari upaya yang telah dilakukan dari program adaptasi sangat penting untuk dikomunikasikan selain menyampaikan rentang dan kebutuhan terkait dengan implementasi dari aksi adaptasi perubahan iklim termasuk indikator untuk memantau dan evaluasi.

Terkait dengan alat atau instrument pelaporan, Indonesia tidak menginginkan adanya bentuk laporan yang baru, dan memandang bahwa alat yang sudah ada juga sudah cukup untuk digunakan. Selanjutnya , Dr. Nur Masripatin selaku Ketua Negositor Delegasi Indonesia, menyampaikan bahwa usulan Indonesia ini sangat penting dan sejalan dengan pergeseran perlakuan adaptasi yang semula dipandang sebagai isu nasional atau lokal, namun sekarang telah menjadi isu global seperti dimandatkan di Persetujuan Paris. Dengan pergeseran tersebut, komunikasi adaptasi menjadi penting, dan karena saat ini masih mencari bentuknya, maka pedoman komunikasi adaptasi harus memungkinkan semua negara dengan berbagai kondisinya masing-masing, baik kapasitas, serta kapabilitasnya sehingga dapat memenuhi apa yang dimandatkan. 

Dr. Nur Masripatin melanjutkan bahwa informasi yang dikomunikasikan juga dapat digunakan untuk bahan pengambilan keputusan di tingkat global. Ia juga menekankan bahwa pelaporan ini terkait dengan public registry yang sangat menekankan pada metodologi yang dapat dibandingkan (comparable) dan juga transparan.
***

Penanggung jawab berita:

Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Novrizal Tahar – 0818432387

Informasi selengkapnya di:
www.ppid.menlhk.go.id
Twitter: @KementerianLHK
Facebook: Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Melayani hak anda untuk tahu