KEADILAN IKLIM GLOBAL MELALUI SKEMA PERHUTANAN SOSIAL

Fri, 25 November 2016

Nomor : SP. 138 /HUMAS/PP/HMS.3/11/2016


Bandar Lampung, Biro Humas Kementerian LHK, Jum’at, 25 November 2016: Visi dan misi Presiden Joko Widodo yang dituangkan dalam Nawa Cita, salah satunya adalah menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman serta membangun Indonesia dari pinggiran. Untuk mendukung Nawa Cita tersebut, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengalokasikan kawasan hutan seluas 12,7 juta ha atau setara 10% dari luas kawasan hutan Indonesia untuk kegiatan Perhutanan Sosial yaitu Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Rakyat (HR), Kemitraan dan termasuk juga alokasi pencadangan Hutan Adat.

KLHK telah mengalokasikan Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS) yang tersebar di 33 Provinsi terdiri dari Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Dapat Dikonversi (HPK), Hutan Produksi Tetap (HPT), dan Kemitraan dengan luasan total ±13.462.101 ha. Sampai dengan Oktober 2016, Penetapan Areal Kerja (PAK) Perhutanan Sosial oleh Menteri LHK adalah seluas 1.667.673 ha. Kemudian keterlibatan jumlah Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) dalam pengelolaan HKm, HD, HTR, dan Kemitraan Kehutanan sampai dengan saat ini mencapai 1.737 KUPS.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, mengatakan bahwa, “kebijakan perhutanan sosial saat ini merupakan kebijakan utuh, yaitu hutan bagi kesejahteraan masyarakat dengan skema perhutanan sosial. Konstitusi kita menegaskan bahwa bumi dan kekayaan alam Indonesia sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dan menjadi manusia yang produktif merupakan salah satu unsur hak azazi manusia. Jadi, kebijakan perhutanan sosial, bukan hanya soal perizinan semata, melainkan soal pintu masuk, akses kelola hutan menuju kesejahtraan”. Hal tersebut disampaikan pada saat membuka acara Simposium Internasional yang bertajuk “Pengakuan atas Wilayah Kelola Rakyat, Tantangan dan Peluang Mewujudkan Keadilan iklim”, Jum’at (25/11/16) di Bandar Lampung.

Pemberian akses kelola hutan kepada masyarakat adalah upaya untuk: 1) memberikan jaminan kepastian hak rakyat atas sumber-sumber kehidupannya; 2) penyelesaian konflik; 3) melakukan perlawanan terhadap kemiskinan yang banyak terjadi di dalam dan sekitar kawasan hutan; 4) perlindungan lingkungan hidup; dan 5) menjawab tantangan perubahan iklim.

Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati, selaku penyelenggara simposium ini mendukung kebijakan perhutanan sosial dan mengatakan bahwa “kebijakan 12,7 juta hutan, yang luasnya hampir sama dengan luas satu negara Inggris, yang akan diberikan hak pengelolaannya kepada rakyat sesungguhnya merupakan kontribusi Indonesia dalam penanganan perubahan iklim global. Komitmen pemerintah Indonesia harusnya menjadi momentum bagi pembenahan tata kelola sumber daya alam, termasuk didalamnya sebagai momentum untuk berhenti memberikan kepercayaan kepada korporasi yang terbukti telah gagal. Kini saatnya memberikan kepercayaan kepada komunitas dengan memberikan pengakuan hak wilayah kelola rakyat, termasuk dalam pengelolaan hutan”.

Pimpinan jaringan LSM terbesar di dunia Friends of the Earth International, Jagoda Munic, menyampaikan bahwa “dunia saat ini sudah terkena dampak perubahan iklim, dan kami bekerja keras dalam mengatasi dampak perubahan iklim tersebut dengan mengembangkan program keadilan iklim dan energi, yakni dengan beralih kepada energi ramah lingkungan dan terbarukan”. “Keadilan dalam pemanfaatan energi perlu dilakukan karena 1/5 dari penduduk dunia belum memiliki akses terhadap energi”, lanjutnya.

Kegiatan perhutanan sosial sudah diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pasal 3 huruf d bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipasi, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal. Perhutanan Sosial, waktunya untuk rakyat.

Simposium yang dibuka Menteri LHK ini merupakan bagian dari Biennial General Meeting Friends of the Earth International, organisasi lingkungan hidup berbasis akar rumput yang bekerja untuk mewujudkan tatanan dunia yang berkeadilan secara ekonomi, sosial dan ekologis. Dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat dari tingkat internasional dari 74 negara, nasional dan daerah, simposium internasional ini bertujuan memperkuat solidaritas dan gerakan masyarakat dunia dalam mewujudkan keadilan iklim. (***)

Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK, Novrizal, HP: 0818432387

Melayani hak anda untuk tahu