Kerja Bareng Untuk Perhutanan Sosial

Wed, 07 September 2016

Nomor : SP. 66 /HUMAS/PP/HMS.3/9/2016

Jakarta, Biro Humas, Rabu 7 September 2016. Salah satu program Presiden Jokowi bahwa keberadaan hutan harus bermanfaat dan membuat rakyat sejahtera diterjemahkan melalui Perhutanan Sosial oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Saat ini pemerintah memberikan akses legal kepada masyarakat desa sekitar hutan untuk mengelola dan mamanfaatkan kawasan hutan. Rakyat mendapat izin atas hak kelola perhutanan sosial yang terdiri dari 5 skema yaitu Hutan Desa (HD), Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA) dan pola kemitraan. Dalam implementasinya, gagasan dan program-program ini berdasar pada semangat gotong royong. Oleh karena itu tidak bisa dilakukan sektoral atau parsial, melainkan diperlukan adanya sinergitas para pihak.

Terkait hal ini, pada sarasehan hari kedua festival PeSoNa (Perhutanan Sosial Nusantara) menghadirkan narasumber perwakilan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemerhati lingkungan hidup dan kehutanan serta akademisi yang mempunyai perhatian khusus terhadap kekayaan alam hutan Indonesia. Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno menyampaikan bahwa hutan di wilayahnya relatif terjaga karena masyarakat disana berpegang teguh pada prinsip adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah yang mengamanatkan alam sebagai titipan-Nya harus dilindungi dan dipelihara kelestariannya. Provinsi Sumatera Barat menargetkan Hutan Nagari seluas 500 ribu hektar untuk bisa mendapat izin dari Kementerian LHK menjadi kawasan perhutanan sosial. Bupati Bulukumba, Andi Sukri Sappewali memberikan contoh keberhasilan pengelolaan hutan oleh Masyarakat Hutan Adat (MHA) Ammatoa Kajang yang menempatkan kearifan lokal sebagai nilai penting dalam menjaga dan mengelola hutan. MHA Ammatoa Kajang sangat teguh memegang dan menerapkan prinsip kelestarian dan keharmonisan alam. Mereka sangat mempercayai bahwa hutan adalah sebagai perwujudan ibu pertiwi yang mengamanahkan tidak boleh ada jarak, tidak boleh ada antara terhadap kelestarian hutan dengan keseharian hidup mereka. Masyarakat disana menerapkan hidup sederhana dari hasil pertanian ladang dan sawah. Jika hutan baik, maka adat juga akan baik.

Pada tingkat pemerintah pusat, Kementerian LHK menjalin kerjasama untuk keberhasilan program perhutanan sosial dengan Kementerian/Lembaga lain diantaranya Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah serta Kementerian Pariwisata. Perhutanan sosial merupakan upaya pemerintah untuk membangun dari pinggiran, artinya perlu keterlibatan Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi dalam penguatan kapasitas masyarakat sekitar hutan. Dengan diberikan akses legal untuk mengelola dan memanfaatkan hutan akan meningkatkan produktivitas rakyat. Pemanfaatan sumber daya hutan berupa Tanaman Rakyat, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan jasa lingkungan memerlukan teknologi yang tepat, modal yang cukup dan pasar yang siap menampung produk-produk rakyat tersebut. Disinilah peran pendampingan oleh Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah serta Kementerian Pariwisata diperlukan.

Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) Hadi Daryanto menjelaskan bahwa selama ini masyarakat sekitar hutan telah terbukti mampu mengorganisasi diri dalam pengelolaan hutan. Bahwa perhutanan sosial ini merupakan hal baru, sehingga memerlukan keterlibatan aktif berbagai pihak agar hutan yang menyejahteraan rakyat dapat terwujud dan kelestarian hutan juga tetap terjaga. “Saat ini yang ada adalah kerja bareng, yang dulu sama-sama bekerja untuk rakyat, sekarang harus bekerjasama untuk kesejahteraan rakyat dan hal ini betul-betul ingin mewujudkan salah satu nawacita yaitu kemandirian ekonomi berbasis lahan yang dikelola oleh rakyat,” ujar Hadi Daryanto menutup acara tersebut.

Penanggung jawab Berita :

Kepala Biro Humas, Novrizal (0818432387)

Melayani hak anda untuk tahu