Menhut Buka Seminar Implementasi SVLK dalam Penguatan Pasar

Thu, 19 July 2018

Pushumas Kemenhut, Jakarta; Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk menanggulangi illegal logging dan illegal trading serta memperbaiki tata kelola kehutanan di Indonesia dengan menetapkan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) secara mandatory. SVLK sekaligus menjawab trend perdagangan kayu internasional yang memerlukan bukti legalitas, seperti Amerika Serikat dengan “Amandemen Lacey Act”, Uni Eropa dengan “EU Timber Regulation”, Australia dengan “Illegal logging Prohibition Bill” dan Jepang dengan “Green Konyuho”.

Demikian dikatakan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada seminar “Implementasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dalam Penguatan Pasar” yang digelar oleh Perhimpunan Jurnalis Indonesia (PJI) di Jakarta, Senin (16/12).

Pada seminar yang dihadiri oleh perwakilan Kementerian Perdagangan, Dirjen Industri Agro Kementan, Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia dan Direktur Eksekutif Greenomics tersebut, Menhut juga menegaskan bahwa upaya penegakan hukum yang telah diterapkan pemerintah telah secara signifikan mengurangi kegiatan illegal logging. Berdasarkan data Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan, jumlah kasus illegal logging pada tahun 2006 mencapai lebih dari 1700 kasus dan pada tahun 2012 berjumlah kurang dari 80 kasus. Dengan berlakunya Permenhut Nomor P.38/Menhut-II/2009 yang telah beberapa kali diubah terakhir dengan Permenhut No. P.42/Menhut-II/2013 sebagai payung hukum Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, maka diharapkan illegal logging dan tindakan-tindakan lain yang dapat merusak hutan dapat lebih diminimalisir.

Selanjutnya, dengan diterbitkannya peraturan perundangan tersebut diarahkan untuk mewujudkan tata kelola kehutanan yang baik melalui pelaksanaan SVLK secara wajib (mandatory) sebagai upaya untuk menjamin legalitas kayu dan produk perkayuan Indonesia yang dipasarkan, baik dalam negeri maupun luar negeri. Di samping itu SVLK ditujukan untuk meningkatkan ketaatan terhadap peraturan yang berlaku juga mengurangi pembalakan liar, membangun budaya penggunaan produk legal, meningkatkan daya saing pasar dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta sebagai bukti legalitas produk perkayuan.

Pada kesempatan itu Zulkifli Hasan juga menekankan bahwa SVLK merupakan sistem yang mewajibkan kepada seluruh pelaku usaha, pengelolaan hutan dan industri kehutanan untuk patuh pada ketentuan dan diverifikasi legalitasnya.
Sampai saat ini penilaian PHPL telah dilakukan pada 127 Unit Manajemen hutan alam dengan luas area 12,53 juta hektar dan pada 58 Unit Manajemen hutan tanaman dengan luas area 4,71 juta hektar. Lebih dari 830 industri perkayuan juga telah diverifikasi. Verifikasi legalitas kayu juga telah dilakukan pada 23 Unit Manajemen hutan alam dengan luas area 1,66 juta hektar, 54 Unit Manajemen hutan tanaman dengan luas 1,46 juta hektar, 8 Unit KPH (Perum Perhutani) dengan luas area 249 ribu hektar dan 76 unit hutan rakyat dengan luas 42.523 hektar.
Seiring dengan implementasi SVLK telah dikembangkan Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK) secara online yang dapat memantau secara real time perkembangan ekspor produk industri kehutanan dari Indonesia ke berbagai pasar ekspor di dunia. Berdasarkan SILK tersebut, sampai dengan akhir bulan November 2013, nilai ekspor produk industri kehutanan tercatat sebesar 5,5 Milyar USD. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor pada periode dan Kode HS yang sama pada tahun 2012 berdasarkan data BPS.

Ditambahkan Menhut, kemajuan yang dicapai dalam aktivitas ini merupakan kesuksesan Indonesia dalam mewujudkan komitmennya untuk mempromosikan industri kehutanan yang menggunakan bahan baku legal sekaligus bukti bahwa SVLK dapat menjadi mesin penguat pasar produk kayu Indonesia. “Saya harap kemajuan ini dapat terus ditingkatkan dan dijaga kredibilitasnya oleh para pihak kehutanan Indonesia” ujarnya.
Untuk meningkatkan kredibilitas SVLK serta sesuai dengan janji Menhut pada saat penandatangan FLEGT-VPA pada tanggal 30 September 2013 di Brussels bahwa perdagangan kayu dalam negeri juga harus legal, maka Kemenhut bersama LKPP, Kementerian Lingkungan Hidup, Bappenas, dan Kementerian Pekerjaan Umum sedang menyusun regulasi dalam bentuk Perpres “Green Procurement”, sehingga nantinya setiap pengadaan barang/jasa oleh Pemerintah yang menggunakan produk kayu dan turunannya harus yang memiliki SVLK. Disamping itu untuk menghindari pencucian kayu ilegal dari luar negeri, pada saat ini Kementerian Perdagangan sedang menyusun regulasi impor kayu dan produk kayu.

Saat ini EU Timber Regulation telah berlaku sejak Maret 2013. Khusus untuk pasar ke Uni Eropa, produk industri kehutanan dari Indonesia yang memiliki SLK tidak akan dilakukan uji tuntas (due diligent) di negara tujuan karena telah disepakatinya FLEGT-VPA antara Indonesia dan Uni Eropa melalui penandatanganan FLEGT-VPA pada 30 September 2013 oleh Menteri Kehutanan RI dengan Mr. Janez Potocnik selaku Presidensi Uni Eropa, serta Mr. Valentinas Mazuronis, selaku Commissioner Uni Eropa. Penandatangan FLEGT-VPA antara Indonesia dengan Uni Eropa ini merupakan perjanjian pertama di dunia yang telah dilengkapi dengan sistem penjaminan legalitas kayu.

Atas keberhasilan penerapan SVLK ini, mulai beredar isu-isu yang mulai mendiskreditkan SVLK. Ini menjadi bukti bahwa SVLK telah dikenal lebih luas dan diakui berpotensi besar merebut pasar internasional. Melihat hal ini Menhut memandang sebagai sebuah kesempatan baik untuk menunjukkan bahwa sistem yang kita punyai memang kredibel, untuk itu pihaknya meminta agar semua elemen dalam SVLK bekerja sesuai fungsinya, memenuhi tugas dan kewajibannya, serta seluruh rakyat Indonesia memberikan dukungan, dengan demikian tidak ada lagi hal yang perlu dikuatirkan. (rd/13)

Melayani hak anda untuk tahu