Wed, 22 February 2017
SIARAN PERS
Nomor : SP. 37 /HUMAS/PP/HMS.3/02/2017
Jakarta, Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rabu, 22 Februari 2017. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah menandatangani empat Peraturan Menteri dan dua Keputusan Menteri sebagai bagian penting dari pelaksanaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas PP Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Keempat Peraturan Menteri tersebut adalah Peraturan Menteri LHK (Permen LHK) tentang Tata Cara Inventarisasi dan Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut, Permen LHK tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut, Permen LHK tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah di Titik Penaatan Ekosistem Gambut, dan Permen LHK tentang Perubahan P.12/Menlhk-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI). Sedangkan dua Keputusan Menteri tersebut adalah Keputusan Menteri LHK (Kepmen LHK) tentang Penetapan Peta Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) dan Kepmen LHK tentang Penetapan Peta Fungsi Ekosistem Gambut.
Diterbitkannya empat Permen LHK dan dua Kepmen LHK ini menunjukkan konsistensi Pemerintah dalam rangka melakukan upaya-upaya intensif dalam perlindungan dan pengelolaan gambut, guna menghindari berulangnya terjadi kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 yang telah menyebabkan kerugian nyata bagi Pemerintah dan rakyat Indonesia.
"Menteri LHK telah menandatangani empat Permen LHK dan dua Kepmen LHK baru sebagai bagian penting dari pelaksanaan PP 57 Tahun 2016, sebagai acuan dan pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, dan dunia usaha, dalam rangka perlindungan dan pengelolaan gambut. Inti dari aturan-aturan baru ini adalah perlindungan Ekosistem Gambut," Sekretaris Jenderal Kementerian LHK Bambang Hendroyono menjelaskan dalam konferensi pers di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta (Rabu, 22/02/2017).
Selain Sekjen, jumpa pers juga dihadiri Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Karliansyah, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) San Afri Awang, dan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Putera Parthama.
Dirjen PPKL Karliansyah menjelaskan, "Dalam pertimbangannya disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan upaya-upaya perlindungan fungsi Ekosistem Gambut yang rentan dan telah mengalami kerusakan, diperlukan langkah-langkah perlindungan agar fungsi ekologis Ekosistem Gambut dalam mendukung kelestarian keanekaragaman hayati, pengelolaan air, sebagai penyimpan cadangan karbon, penghasil oksigen, dan penyeimbang iklim dapat tetap terjaga."
“Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional mencakup fungsi lindung seluas 12.398.482 hektar dan fungsi budidaya seluas 12.269.321 hektar, dengan terbitnya Peta Kawasan Hidrologis Gambut (KHG) dan Peta Fungsi Ekosistem Gambut ini, maka kedua produk hukum ini merupakan acuan dalam penyusunan dan penetapan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut Nasional," ujar Karliansyah.
Dirjen PTKL San Afri Awang menjelaskan salah satu poin penting dalam Permen LHK baru ini adalah tentang Kubah Gambut yang disebutkan merupakan bagian dari Ekosistem Gambut yang berfungsi lindung, termasuk Kubah Gambut dalam areal izin usaha. "Ini point penting yang menerjemahkan arahan Bapak Presiden untuk secara bertahap mengembalikan Kubah Gambut di Kawasan Budidaya menjadi fungsi lindung," ujar San Afri Awang.
Terhadap pertanyaan bagaimana jika Kubah Gambut berada dalam areal usaha yang telah dibudidayakan? San Afri menegaskan, "Dalam Permen LHK ini jelas diatur bahwa Kubah Gambut yang berada dalam areal usaha yang telah dibudidayakan dilarang ditanami kembali setelah pemanenan dan wajib dilakukan pemulihan."
"Ketika kebakaran hutan dan lahan tahun 2015, areal gambut terbakar yang sulit dipadamkan adalah areal Kubah Gambut. Dengan fakta bahwa komposisi mayoritas Kubah Gambut berada di Kawasan Budidaya," tegas San Afri.
San Afri Awang menambahkan, “Seluas lebih dari 4 juta hektar Kubah Gambut di Pulau Sumatera, lebih dari 90% berada di dalam Kawasan Budidaya, sedangkan dari ±3 juta hektar Kubah Gambut di Pulau Kalimantan, ±60% berada di dalam Kawasan Budidaya”.
Dirjen PHPL Putera Parthama menjelaskan bahwa, “Pasca ditetapkannya Peta Fungsi Ekosistem Gambut, maka pemegang izin usaha kehutanan (HPH, HTI, dan RE) wajib mengacu Peta tersebut untuk melakukan perubahan tata ruang dan revisi RKU”.
"Ditjen PHPL akan segera mengundang pemegang izin usaha kehutanan untuk segera melakukan perubahan tata ruang dan revisi RKU dengan mengacu Peta Fungsi Ekosistem Gambut. Untuk izin usaha yang arealnya berupa gambut dan masuk dalam zonasi Peta Fungsi Lindung Ekosistem Gambut, maka perubahan tata ruangnya menjadi Kawasan Fungsi Lindung Ekosistem Gambut," tambah Putera.
“Pemerintah juga telah menyiapkan mekanisme solusi alternatif terhadap potensi dampak kebijakan Pemerintah mengenai perlindungan Ekosistem Gambut ini terhadap keberlangsungan dunia usaha, yang dituangkan dalam Permen LHK revisi dari P.12/Menlhk-II/2015 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI)”, lanjut Putera.
"Pemegang izin HTI yang areal kerjanya di atas atau sama dengan 40% ditetapkan menjadi Ekosistem Gambut dengan fungsi lindung dapat mengajukan areal lahan usaha pengganti (land swap). Nanti akan diatur dengan Permen LHK tersendiri tentang land swap ini," ungkap Putera.
Pada saat menutup konferensi pers Bambang menjelaskan bahwa, “Penyusunan Permen LHK baru ini telah melalui proses diskusi dan konsultasi dengan berbagai pihak relevan guna memperkuat substansi aturan yang membawa semangat perlindungan terhadap ekosistem gambut”.(***)
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi – 081375633330