Menteri Siti, Bill Gates dan Arnold Schwarzenegger, Bahas Bumi yang Kritis

Wed, 13 December 2017

Nomor : SP. 406/HUMAS/PP/HMS.3/12/2017

Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rabu, 13 Desember 2017. Ancaman perubahan iklim kian nyata dihadapi manusia. Negara-negara di dunia termasuk Indonesia, telah melakukan langkah bersejarah dengan melahirkan keputusan bersama perjanjian Paris, yang telah diratifikasi Indonesia dalam bentuk UU. 

Setelah dua tahun berlalu, Presiden Republik Perancis, Emmanuel Macron, menjadi tuan rumah pertemuan puncak One Planet Summit yang berlangsung dari tanggal 12-14 Desember. Agenda ini dihadiri puluhan pemimpin dunia, serta sejumlah tokoh kunci pendukung perubahan iklim, termasuk pendiri Microsoft Bill Gates, Arnold Schwarzenegger dan Michael Bloomberg.

Agenda yang juga dihadiri Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim, dan Sekjen PBB, António Guterres ini akan membahas keadaan bumi yang kian kritis. Kesadaran bersama setelah perjanjian Paris, diharapkan dapat maju ke langkah lebih konkrit. Termasuk memusatkan perhatian pada dukungan finansial negara dan swasta, agar dapat berinovasi menyesuaikan agenda perubahan iklim. Sementara, kehadiran Presiden RI diwakili oleh Menteri LHK, Siti Nurbaya, bersama dengan Menteri Keuangan dan Menteri ESDM. 

''Komitmen Indonesia pada perubahan iklim sudah sangat jelas. Kita juga akan maksimalkan upaya penurunan emisi melalui upaya konservasi keanekaragaman hayati,'' tutur Siti Nurbaya, di Paris, Selasa (12/12).

Sehari sebelumnya (11/12/2017), Siti Nurbaya telah bertemu dengan Menteri Ekologi dan Transisi Inklusif Perancis, Nicolas Hulot, membahas tentang potensi energi baru dan terbarukan, dan kerjasama bidang energi.

Indonesia telah memainkan peran kunci dalam agenda perubahan iklim dunia. Di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, pemerintah Indonesia terus melakukan aksi nyata memenuhi target penurunan emisi dengan 23 persen bauran energi sektor energi.

Pemerintah Indonesia juga menghimbau negara maju ikut aktif membantu Indonesia dalam upaya memperkecil efek perubahan iklim. Karena Indonesia memiliki ekosistem mangrove atau hutan bakau sebesar 3,1 juta hektare atau 23 persen dari total mangrove di dunia yang menyumbang oksigen ke dunia. 

April 2018 mendatang, Indonesia juga akan menjadi tuan rumah forum Konferensi Tingkat Tinggi Hutan Hujan di Negara-negara Asia Pasifik (Asia-Pacific Rainforest Summit/APRS).

Kegiatan yang rencananya berlangsung di Yogyakarta tersebut diharapkan mendukung penguatan pengelolaan hutan hujan secara global, sebagai kerangka dasar kegiatan penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi di wilayah Asia Pasifik.

"Aspek hutan sangat penting dalam pencapaian target National Determination Contribution (NDC) Indonesia, karena 17 persen dari target 29 persen penurunan emisi GRK berasal dari sektor kehutanan", Siti Nurbaya menegaskan. 

Siti Nurbaya juga menjelaskan, Indonesia menggunakan program Perhutanan Sosial sebagai salah satu aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, karena hutan merupakan tempat bergantung masyarakat sekitar hutan.

“Kami (Indonesia) membangun Perhutanan Sosial, yang bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat, dan konsep kewarganegaraan. Banyak hal yang harus dilakukan dan kami bersyukur bahwa program ini didukung oleh banyak pihak seperti komunitas, aktivis, LSM, dan sektor swasta,'' ujarnya.(*)

Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi – 081375633330

Melayani hak anda untuk tahu