MILIKI 23% EKOSISTEM MANGROVE DUNIA, INDONESIA TUAN RUMAH KONFERENSI INTERNASIONAL MANGROVE 2017

Tue, 14 March 2017

Indonesia memiliki ekosistem mangrove terluas di dunia serta memiliki keanekaragaman hayati yang paling tinggi. Dengan panjang garis pantai sebesar 95,181 km2, Indonesia mempunyai luas mangrove sebesar 3.489.140,68 Ha (tahun 2015). Jumlah ini setara dengan 23% ekosistem mangrove dunia yaitu dari total luas 16.530.000 Ha.. Dari luas mangrove di Indonesia, diketahui seluas 1.671.140,75 Ha dalam kondisi baik, sedangkan areal sisanya seluas 1.817.999,93 Ha sisanya dalam kondisi rusak. Data ini dikemukakan oleh Direktur Bina Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial, Antung Deddy Radiansyah pada komunikasi publik di Gedung Manggala Wanabakti, Jakarta, (Selasa, 14/03/2017). 

Dengan kondisi mangrove yang baik, vegetasi ini mampu menyumbang setidaknya sebesar USD 1.5 milyar dari perikanan saja untuk perekonomian nasional (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015). “Ini belum termasuk manfaat lain seperti kayu, mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, dan perlindungan wilayah pesisir,” ungkap Antung. Kajian The Nature Conservancy (TNC) dan Wetlands International (WI) tahun 2012 mengungkap bahwa mangrove dengan ketebalan minimal 100 meter ke arah darat dapat mengurangi ketinggian gelombang antara 13% sampai 66%. Antung juga menyampaikan pencegahan deforestasi mangrove terkait dengan pengendalian perubahan iklim. “Indonesia dapat memenuhi seperempat dari 26% target reduksi emisi pada 2020 berdasarkan penelitian Murdiyarso et al pada 2015,” tutur Antung.

Kondisi di lapangan memperlihatkan mangrove tengah menghadapi tantangan utama berupa alih fungsi lahan. “Berbagai kepentingan seperti tambak, pemukiman, perkebunan, industri dan infrastruktur pantai/pelabuhan seringkali mengorbankan keberadaan mangrove,” ujar Direktur Konservasi Tanah dan Air, Muhammad Firman. Masalah lain yaitu pemahaman masyarakat tentang mangrove yang masih rendah dan tumpang tindih kebijakan di tingkat nasional hingga daerah. Firman menambahkan, “Kondisi ini diperburuk dengan pencemaran oleh limbah plastik, limbah rumah tangga dan tumpahan minyak”. Bencana alam menjadi faktor lain yang tidak bisa dihindari di tengah upaya meningkatkan vegetasi mangrove. “Tidak hanya pada kawasan hutan, illegal logging juga menjadi ancaman nyata eksistensi mangrove,” lanjut Firman.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Kementerian LHK dalam pengelolaan hutan mangrove dan pantai, seperti Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) mangrove dan kerjasama dengan sektor swasta. RHL mangrove yang telah terealisasi pada tahun 2010-2014 sebesar 31.675 Ha. Pada tahun 2015, dilakukan RHL mangrove seluas 430 Ha. Untuk 2016 mengalami peningkatan rehabilitasi mangrove seluas 497 Ha. Sedangkan tahun 2017 direncanakan rehabilitasi mangrove pada areal seluas 500 Ha. Jumlah ini akan bertambah signifikan dengan adanya keterlibatan berbagai stakeholders. Penerapan teknologi yang tepat juga diperlukan untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi mangrove.

Berita selengkapnya klik disini

Melayani hak anda untuk tahu