Mon, 18 July 2016
Biro Humas Kementerian LHK, Jakarta : Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL), Prof. San Afri Awang dalam konferensi pers yang digelar, Senin (!8/7) di Ruang Sonokeling, Kementerian LHK, Jakarta menyatakan bahwa, “Potensi luas lahan minimal yang dapat dijadikan obyek moratorium sawit adalah seluas ± 948.418,79 ha. Jika moratorium ditetapkan selama 5 tahun, maka luas ini sama dengan mencegah emisi gas rumah kaca sebesar 0,26 Gt eCO2 (0,05 Gt eCO2/Tahun) atau hampir mencapai 20% dari baseline emisi deforestasi tahunan sebesar 0,293 GtCO2/Tahun (Indonesian FREL Document)”. Potensi luasan minimal ini didapatkan dari data jumlah luasan yang sedang diusulkan oleh perusahaan untuk izin pelepasan kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Penjelasan tersebut menurut Dirjen PKTL menandai bahwa moratorium/penghentian sementara perizinan perkebunan kelapa sawit memiliki konsep untuk memperbaiki tata kelola komoditas kelapa sawit nasional, yaitu dalam hal perlindungan lingkungan, pengendalian perizinan dan peningkatan produktifitas perkebunan kelapa sawit, peningkatan pembinaan petani, pengembangan industri hilir kelapa sawit, dan penurunan emisi karbon nasional dari deforestasi dan degradasi hutan sesuai dengan instruksi langsung Presiden Jokowi.
Lebih lanjut Dirjen PKLT juga menjelaskan bahwa Kementerian LHK telah menetapkan kriteria untuk menilai lahan-lahan yang akan dimoratorium sebagai perkebunan kelapa sawit, yaitu kriteria (1).Hasil evaluasi terhadap pelepasan dan tukar menukar kawasan hutan untuk tujuan perkebunan kelapa sawit yang belum dikerjakan/dibangun, (2). Lahan yang terindikasi tidak sesuai dengan tujuan pelepasan dan tukar menukar, (3). Izin perkebunan kelapa sawit yang sudah existing, namun terindikasi dipindah-tangankan pada pihak lain, (4). Izin perkebunan kelapa sawit yang sudah existing, namun tutupan hutannya masih produktif, dan (5). Izin perkebunan kelapa sawit yang berada di dalam kawasan hutan.