PASAR EKOLOGIS UNTUK PEMULIHAN BEKAS AREAL TAMBANG

Tue, 18 April 2017

Nomor : SP. 85/HUMAS/PP/HMS.3/04/2017

Yogyakarta, Biro Humas Kementerian LHK, Selasa, 18 April 2017. Pemulihan lahan bekas tambang rakyat (ilegal), dirancang sebagai sebuah program untuk meningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Lahan-lahan tersebut disulap menjadi lahan produktif untuk kegiatan seperti pertanian, perkebunan, agro-forestri dan ekowisata. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL) selaku penanggung jawab program, selama tahun 2015 telah menginventarisasi lahan akses terbuka ini, salah satunya terdapat di Desa Gari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Yogyakarta. Kawasan ini teridentifikasi sebagai lahan akses terbuka bekas tambang batu gamping.

Pasar Ekologis (Pasar Ramah Lingkungan), merupakan sebuah program yang dirancang KLHK yang mengintegrasikan pengelolaan lingkungan ke dalam pasar tradisional. Salah satu pasar yang hari ini, Selasa (18/4/2017) diresmikan oleh Menteri LHK Siti Nurbaya adalah Pasar Ekologis “Argo Wijil”, di Desa Gari, dimana kawasan ini sebelumnya merupakan lokasi bekas tambang batu gamping.

Peresmian ini juga dihadiri oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Bupati Gunungkidul, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Gunungkidul, Para eselon I KLHK dan K/L terkait, serta perwakilan pemerintah provinsi lain yang akan menjadi lokasi kegiatan serupa. Desa Gari merupakan percontohan upaya pemulihan lahan akses terbuka yang dilakukan melalui pendekatan desa. Hal ini dilakukan karena pemerintah desa saat ini memiliki kewenangan pengelolaan sumber daya alam dan kelestarian lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Siti Nurbaya mengatakan, “Pembangunan Pasar Ekologis Desa Gari dirancang dengan konsep mengintegrasikan pengelolaan lingkungan ke dalam pasar tradisional. Konsep zero waste dari sampah organik maupun non-organik diterapkan dengan menyediakan sarana pemilahan sampah dan unit pengomposan”’.

Pengembalian fungsi lingkungan (tata air) diterapkan dengan menyediakan area resapan air di bagian tepi sekeliling pasar yang ditanami jenis tanaman tertentu. Konsep hemat energi diterapkan dengan menyediakan solar cell sebagai sarana penerangan. Konsep ramah lingkungan diterapkan di pasar ini dengan cara memberi tas belanja yang dapat digunakan secara terus menerus. Selanjutnya, secara bertahap pasar ini juga akan menjual komoditi-komoditi ramah lingkungan.

Hasil inventarisasi KLHK tahun 2015-2016, menunjukkan ada 8.386 lokasi dengan luasan sekitar 557 ribu hektar, yang terindikasi sebagai kegiatan pertambangan tanpa izin. Dari hasil verifikasi pada 352 lokasi ini diperoleh data, bahwa 37% tambang pasir dan batu (Sirtu) dan 25% tambang emas. Sedangkan tambang batu gamping terdapat 3%, 74% merupakan kegiatan tanpa izin dan hanya 3% yang berupa Izin Pertambangan Rakyat. Sementara 14% berada dalam kawasan hutan, dan 84% kegiatannya masih aktif dan 16% lainnya berupa bekas tambang yang tidak direklamasi.

Desa Gari secara geomorfologi merupakan dataran karst yang terbentuk dari batuan karbonat, dan secara hidrogeologis membentuk sistem akuifer (lapisan pembawa air) dengan kuantitas air tanah cukup tinggi, kondisi yang kurang kondusif untuk pertanian ini, dimanfaatkan sebagai tambang ilegal karst, yang mengakibatkan rusaknya bentang alam.

Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008, Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010 – 2030 pada pasal 29 dan pasal 33 yang menetapkan Kabupaten Gunungkidul, termasuk diantaranya Kecamatan Wonosari sebagai salah satu kecamatan yang memiliki fungsi lindung hidrologi dan ekologi sebagai kawasan karst dan menjadi bagian dari kawasan perbukitan karst Gunungsewu. Bupati Gunung Kidul juga mengeluarkan Surat Edaran Nomor 540/0196 Tahun 2011 mengenai pelarangan kegiatan penambangan di kawasan karst Kabupaten Gunung Kidul, yang berdampak hilangnya mata pencaharian.

“Sesuai Instruksi Presiden, bahwa penertiban tambang rakyat harus diikuti dengan alih mata-pencaharian. Oleh karena itu, untuk kegiatan tambang rakyat yang berada di kawasan hutan dapat dilakukan alih mata-pencaharian melalui skema perhutanan sosial, yang meliputi kemitraan kehutanan, hutan desa, hutan kemasyarakatan, dan hutan tanaman rakyat”, jelas Siti Nurbaya.

KLHK, bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada Yogyakarta, melakukan pendampingan pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Hingga saat ini tercatat sebanyak 70 warga masyarakat Desa Gari telah mengajukan permohonan untuk berdagang di Pasar Gari. Selain menjual produk-produk tersebut, ciri khas dari Pasar Ekologis ini adalah mengutamakan penjualan produk-produk ramah lingkungan.

Siti Nurbaya menjelaskan, “BUMDes sebagai pengelola Pasar Ekologis dapat menjadi percontohan penciptaan unit usaha BUMDes di bidang lingkungan hidup. Dalam pengelolaan Pasar Ekologis ini, BUMDes dapat menerapkan pemberdayaan masyarakat, peningkatan ekonomi masyarakat dan gerakan perbaikan lingkungan serta sebagai tempat pembelajaran bagi masyarakat. Oleh karena itu, membutuhkan inovasi dari unsur BUMDes untuk pengembangannya”. Menteri LHK juga berharap agar para pimpinan perusahaan, khususnya perusahaan pertambangan dapat bermitra melalui kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk membantu pengembangan model pemulihan atau mereplikasi di tempat lainnya dan bermitra dengan BUMDes untuk pengembangan pasca pemulihan. (*)

Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi – 081375633330

Melayani hak anda untuk tahu