Thu, 09 March 2017
Panas bumi (geothermal) sebagai salah satu potensi jasa lingkungan di kawasan konservasi semakin diperhitungkan keberadaannya. Potensi panas bumi di Indonesia tersebar membentuk jalur gunung api (ring of fire), mulai dari Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Utara sampai dengan Maluku. Berdasarkan data Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), panjang jalur tersebut sekitar 7.500 km dan lebar 50-200 km, dengan potensi sekitar 29.543,5 Mega Watt (MW). Potensi tersebut tersebar di 330 lokasi yang merupakan kawasan hutan baik hutan produksi, hutan lindung, maupun hutan konservasi. Pemanfaatan potensi ini masih tergolong rendah, yaitu sekitar 5,12% atau 1.513,5 MW.
Dalam komunikasi publik terkait panas bumi yang dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kamis (07/03/2017), Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL), Karliansyah menyampaikan bahwa dari segi lingkungan hidup, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) harus memenuhi sejumlah kebijakan. Diantaranya eksplorasi geothermal harus ada izin lingkungan dan Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC). “Izin pembuangan limbah domestik ini diajukan ke BLH Kabupaten/Kota,” jelas Karliansyah. Sesuai dengan PermenLH No. 21/2008, PLTP pun harus memenuhi Baku Mutu Emisi (BME) bagi Pembangkit Listrik Termal (H2S, NH3). “Sehingga GRK yang dihasilkan akan menjadi sangat minim,” tambah Karliansyah.
Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Nur Masripatin, menjelaskan geothermal dalam konteks NDC. “Melihat geothermal dalam konteks NDC Indonesia atau keseluruhan komitmen indonesia melalui sektor energi, komitmen Indonesia melalui NDC di sektor energi dengan target 11% dari 29% target yang dijanjikan, atau 14% dari total 38% dengan dukungan internasional,” ujar Nur Masripatin. Komitmen tersebut akan dipenuhi melalui efisiensi penggunaan energi final, dan pemanfaatan green coal technology. Lebih lanjut Nur Masripatin menyampaikan, “Dan yang terkait topik kita hari ini yaitu produksi listrik energi baru terbarukan. Dan energi yang berasal dari panas bumi salah satunya”. Disamping itu, target NDC sektor energi diupayakan melalui penggunaan bahan bakar nabati pada sektor transportasi, serta penambahan jaringan gas dan SPBG.
Sementara itu, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem yang diwakili oleh Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Hutan Konservasi, Is Mugiono, menjelaskan adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong pemanfaatan panas bumi di kawasan konservasi, khususnya penggantian UU Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi menjadi UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Pada kebijakan yang baru terdapat perubahan mendasar, yaitu pemanfaatan panas bumi tidak lagi dikategorikan sebagai kegiatan pertambangan, dan diizinkannya pemanfaatan potensi panas bumi di kawasan konservasi, dengan Izin Pemanfaatan Jasa Lingkungan Panas Bumi (Pasal 24 ayat (3) beserta penjelasannya).
Berita selengkapnya klik
disini