PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

Mon, 05 December 2016

SIARAN PERS

Nomor : SP. 146/HUMAS/PP/HMS.3/12/2016

RINGKASAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 57 TAHUN 2016

TENTANG

PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG

PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT

-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- --

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Ekosistem Gambut, telah ditandatangani oleh Presiden pada tanggal 2

Desember 2016.

Latar Belakang Perubahan

Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia sampai dengan tahun 2015 telahterjadipada

areal sangatluas. Salah satu penyebab kebakaran hutan dan lahan akibat kesalahan

dalam pengelolaan lahan gambut untuk kegiatan usaha.

Sesuai dengan karakter Ekosistem Gambut, maka kawasan Hidrologi Gambut merupakan

kawasan yang tidak boleh terganggu dalam arti digunakan untuk penggunaan lahan (land

use) yang mengganggu fungsi hidrologis Kesatuan Hidrologi Gambut.

Kenyataan menunjukkan bahwa kebakaran terbesar terjadi di lahan Gambut terutama di

Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Kalimantan Tengah serta sebagian di Provinsi

Riau, Jambi dan Kalimantan Selatan yang memberikan indikasi kebakaran yang sangat

sulit upaya pemadamannya.

Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah

Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.

Ringkasan materi perubahan

Perubahan ini telah menampung berbagai masukan baik dari kementerian dan/atau

lembaga lain, asosiasi pengusaha, masyarakat maupun pihak lain yang berkepentingan.

Cakupan perubahan terdiri dari : 1) Kewenangan dan 2) Substansi kebijakan 3)

Penyesuaian Sanksi Administrasi dengan Substansi Kebijakan

1. Kewenangan

2

Secara umum perubahan dilakukan terhadap kewenangan Menteri dan menteri terkait

lainnya, yang telah disesuaikan dengan kabinet saat ini. Selain itu juga dilakukan

penyesuaian terkait dengan kewenangan pemerintah daerah seperti yang tertuang

pada UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Kewenangan yang dimaksud terkait dengan : 1) Penetapan dan perubahan fungsi

ekosistem gambut, dan 2) Penetapan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan

Ekosistem Gambut

Perubahan fungsi Ekosistem Gambut ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi

dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang sumber daya

air, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang tata ruang, menteri

terkait, gubernur, dan/atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) Nasional

disusun dan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan:

a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang tata ruang;

b. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sumber daya air;

c. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan dan

pembangunan nasional; dan

d. menteri terkait lainnya

Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut provinsi disusun dan

ditetapkan oleh gubernur sesuai dengan kewenangannya.

Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut kabupaten/kota disusun

dan ditetapkan oleh bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya.

Penetapan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut oleh gubernur

atau bupati/wali kota, harus terlebih dahulu dikonsultasikan secara teknis dan

mendapat persetujuan dari Menteri.

2. Substansi Kebijakan

Perubahan-perubahan substansi kebijakan, meliputi :

1) Penyempurnaan tentang fungsi ekosistem gambut yang mencakup kriteria fungsi

lindung dan skala peta fungsi ekosistem gambut,

2) Penguatan terhadap pencegahan kerusakan,

3) Penguatan tehadap pemulihan fungsi ekosistem gambut.

4) Penyesuaian sanksi administrasi dengan pasal-pasal perubahan

1) Fungsi ekosistem gambut

a) Salah satu kriteria fungsi lindung, yang semula hanya mempertimbangkan

satukubah gambut yang berada dalam kesatuan hidrologis gambut (KHG) diubah

menjadi mempertimbangkan beberapa kubah gambut.

3

Hal ini telah dilakukan uji di lapangan dan telah memberikan pembelajaran bahwa

dalam satu KHG, ternyata tidak hanya terdiri dari 1 (satu) kubah gambut, namun

bisa terdiri beberapa kubah gambut.

Dengan demikian bahwa “penetapan fungsi lindung Ekosistem Gambut paling

sedikit 30% (tiga puluh per seratus) dari seluruh luas Kesatuan Hidrologis Gambut

yang letaknya dimulai dari 1 (satu) atau lebih puncak kubah gambut”.

b) Perubahan skala peta fungsi ekosistem gambut, disesuaikan dengan kebijakan

satu peta, semula untuk peta fungsi ekosistem gambut provinsi skala paling kecil

adalah 1:100.00 diubah menjadi paling kecil adalah 1: 50.000, tentunya dengan

memperhatikan ketersediaan Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI).

2) Penguatan terhadap pencegahan kerusakan

a) Penambahan tata cara pengukuran muka air tanah pada lahan gambut

Sehubungandenganhaltersebut, dalam perubahan PP ditambahkan ayat yang

memperjelas tentang pengukuranmuka air tanahpadalahangambut, yaitu bahwa:

a. pengukuran muka air tanah dilakukan pada titik penaatan yang telah

ditetapkan.

b. dalam penentuan titik penaatan harus didasarkan pada karakteristik lahan,

topografi, zona pengelolaan air, kanal dan/atau bangunan air.

c. Ketentuan mengenai tata cara pengukuran muka air di titik penaatan diatur

dalam Peraturan Menteri.

Yang dimaksud dengan "titik penaatan" adalah lokasi yang ditetapkan sebagai titik

pemantauan tinggi muka air tanah di lahan gambut.

b) Penguatanterhadapcara-caraupayapencegahan

Dilandasipadapengalamankebakaranhutandanlahantahun 2015,

terutamapadalahangambut,

bahwaapabilalahangambutsudahterbakarapalagigambutdalam,

makaakansulitdipadamkan.

Dengandemikianupayapencegahanharusdiutamakan.

Untukmempertegasupayapencegahan, makadalamperubahan PP 71,

ditambahpasal-pasaluntukmemperkuatpelaksanaanpencegahan, yaitu yang

dilakukan dengan cara:

a. penyiapan regulasi teknis;

b. pengembangan sistem deteksi dini;

c. penguatan kelembagaan pemerintah dan ketahanan masyarakat;

d. peningkatan kesadaran hukum masyarakat; dan/atau

e. pengamanan areal rawan kebakaran dan bekas kebakaran.

Penyiapan regulasi teknis, meliputi:

a) penerapan peta Kesatuan Hidrologis Gambut;

b) penetapan fungsi lindung dan fungsi budidaya khususnya pada Kawasan

Kesatuan Hidrologis Gambut; dan

c) pelaksanaan evaluasi dan audit perizinan pemanfaatan lahan Gambut.

4

Pengembangan sistem deteksi dini, meliputi:

a) pemasangan alat pemantau kualitas udara sesaat dan kontinyu dan

pemanfaatan berbagai teknologi pendeteksi dini;

b) pengolahan informasi dari berbagai sumber termasuk laporan

masyarakat; dan

c) pemberitahuan kepada masyarakat tentang potensi terjadinya kebakaran

lahan dan hutan.

Penguatan kelembagaan pemerintah dan ketahanan masyarakat, meliputi:

a) penguatan koordinasi tingkat pusat dan daerah sebagaimana diatur dalam

peraturan perundangan;

b) penguatan kelembagaan pengelolaan kawasan tingkat tapak Kesatuan

Pengelolaan Hutan (KPH)

c) penyertaanunsur-unsur masyarakat, meliputi masyarakat peduli api, kelompok

masyarakat desa, organisasi kemasyarakatan, dan relawan

d) penguatan kelembagaan sekolah-sekolah pada daerah rawan kebakaran lahan

dan hutan dengan pembentukan kelompok pelajar peduli lingkungan yang

dibina oleh pemerintah daerah; dan

e) pelatihan, pendampingan, akses informasi publik, dan pola kemitraan serta

membangun mekanisme pemanfaatan tanggung jawab sosial dan lingkungan

yang inovatif dalam rangka peningkatan ekonomi masyarakat.

c) Penegasan terhadap larangan-larangan kepada setiap orang.

Ditegaskan bahwa setiap orang dilarang :

a. membuka lahan baru (land clearing)sampai ditetapkannya zonasi fungsi

lindung dan fungsi budidaya pada areal Ekosistem Gambut

untuktanamantertentu;

b. membuat saluran drainase yang mengakibatkan Gambut menjadi kering;

c. membakar lahan Gambut dan/atau melakukan pembiaran terjadinya

pembakaran; dan/atau

d. melakukan kegiatan lain yang mengakibatkan terlampauinya

kriteriabakukerusakan Ekosistem Gambut.

e.

KetentuanlebihlanjutmengenaitanamantertentuakandiaturdenganPeraturanMen

teri.

f. Penguatan tehadap pemulihan fungsi ekosistem gambut.

3) Penguatan tehadap pemulihan fungsi ekosistem gambut.

Pemulihan dilakukan dengan cara:

a. suksesi alami;

b. rehabilitasi;

c. restorasi; dan/atau

d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ketentuan lebih lanjut mengenai pedomanteknispemulihanfungsiEkosistem Gambut

diatur dengan Peraturan Menteri

5

Restorasi dilakukan dengan:

a. penerapan teknik-teknik restorasi mencakup: pengaturan tata air di tingkat

tapak;

b. pekerjaan konstruksi, operasi, dan pemeliharaan yang meliputi penataan

infrastruktur pembasahan (rewetting) gambut;

c. penerapan budidaya menurut kearifan lokal; dan/atau

Restorasi, dilaksanakan dengan mempertimbangkan penelitian dan

pengembangan dengan memperhatikan dan mengikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan perspektif internasional

Dalam hal pemulihan merupakan akibat kebakaran dan penanggung jawab usaha

dan/atau kegiatantidak melakukan pemulihan fungsi Ekosistem Gambut, dalam

jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak diketahuinya terjadi kebakaran,

Menteri, gubernur, danbupati/wali kota berkoordinasi dalam pemulihan fungsi

Ekosistem Gambut atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan

untuk pelaksanaan lapangan..

Pengaturan terhadap areal perizinan usaha dan/atau kegiatan terdapat gambut

yang terbakar:

Terhadap areal perizinanusahadan/ataukegiatan terdapat Gambut yang terbakar,

Pemerintah mengambil tindakan penyelamatan dan pengambilalihansementara

areal bekaskebakaran.

a. Pengambilalihansementara areal

bekaskebakarandilakukanuntukdilakukanverifikasiolehMenteri.

b. Hasilverifikasidapatberupa:

i. pengelolaanlebihlanjutolehpenanggungjawabusahadan/ataukegiatan;

dan

ii. pengurangan areal perizinanusahadan/ataukegiatannya.

Ketentuan mengenai tata cara pengambilalihan areal bekas kebakaran oleh

Pemerintah diatur dengan Peraturan Menteri.

Dalam hal ini PerMenLH No 77 tahun 2015 tentang Tata Cara Penanganan Areal

yang TerbakardalamIzin Usaha Pemanfaatan Hail HutanProduksitelah diterbitkan.

Tanggungjawab pelaksanaan pemulihan

a. Penanggung jawab usaha dan /atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan

ekosistem gambut yang menyebabkan kerusakan ekosistem gambut di dalam

atau di luar areal usaha dan/atau kegiatan wajib melakukan pemulihan

b. Pemulihan fungsi ekosistem pada lahan dan hutan gambut selain pada areal

tersebut (huruf a) menjadi tanggung jawab pemerintah

c. Pemulihan fungsi ekosistem gambut pada lahan dan hutan gambut pada areal

penggunaan lain menjadi tanggung jawab pemerintah daerah

d. Pemulihan fungsi ekosistem gambut pada lahan dan hutan gambut yang

dimiliki oleh masyarakat atau masyarakat hukum adat menjadi tanggung

jawab masyarakat atau masyarakat hukum adat.

6

4) Penyesuaian sanksi administrasi dengan perubahan pasal

Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan pemanfaatan

Ekosistem Gambut yang melanggar ketentuan :

Pasal 30, kewajiban melaksanakan pemulihan

Pasal 31, kewajiban pemulihan akibat adanya kerusakan

Pasal 31A , kewajiban pemulihan akibat kebakaran

dikenai sanksi administratif berupa paksaan pemerintah

Penanggung Jawab Berita:

Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,

Djati Witjaksono Hadi, HP. 081375633330

Melayani hak anda untuk tahu