Thu, 27 July 2017
SIARAN PERS
Nomor : SP. 152/HUMAS/PP/HMS.3/07/2017
Jakarta, Biro Humas Kementerian LHK, Jumát, 28 Juli 2017. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan tenggat waktu yang tegas untuk proses revisi Rencana Kerja Usaha (RKU) Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) sebagai bagian dari implementasi regulasi tata kelola gambut. Proses revisi RKU IUPHHK-HTI harus tetap mengacu jadwal yang ditargetkan sesuai peraturan perundangan yang berlaku, yang tujuan utamanya untuk keselamatan rakyat dari aspek lingkungan. Apalagi sekarang sudah mulai banyak titik api di lapangan.
“Setelah kami telaah secara cermat dokumen usulan revisi RKU IUPHHK-HTI yang diusulkan 99 unit IUPHHK-HTI, mayoritas usulannya tidak menggambarkan rencana kerja dalam kerangka kebijakan perlindungan gambut. Kami berikan asistensi dan tenggat waktu untuk perbaikan. Ibu Menteri telah memberi pesan tegas, tidak ada kompromi untuk kepatuhan terhadap regulasi tata kelola gambut,” demikian Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal KLHK mengungkapkan di Jakarta (27/07/2017).
Bambang memberi contoh, surat perbaikan telah dikirimkan kepada PT. RAPP, yang dalam dokumen usulannya secara nyata merencanakan penanaman kembali pada blok Fungsi Lindung Ekosistem Gambut (FLEG), padahal larangan ini sudah diatur. Larangan tersebut bukannya tanpa solusi, karena Pemerintah memberikan fasilitasi jelas untuk mengatasi penanaman.
“PT. RAPP harus menyampaikan perbaikan dokumen revisi RKU IUPHHK-HTI mengacu catatan perbaikan yang diberikan paling lambat tanggal 10 Agustus,” tukas Bambang.
PT. RAPP mengajukan usulan revisi RKU atas areal konsesinya seluas ± 338.536 Ha, yang berada di Kabupaten Siak, Pelalawan, Indragiri Hulu, Kampar, Kuantan Singingi dan Kepulauan Meranti di Provinsi Riau.
Mengenai periode jangka waktu usulan revisi RKU IUPHHK-HTI, harus sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam tata kelola gambut, yakni ditetapkan periode tahun 2017- 2026. “Kenapa 2017-2026? Ini penting, agar kita dapat melihat rencana pemulihan Ekosistem Gambut selama 10 tahun ke depan,” jelas Bambang.
Selain PT. RAPP, Menteri LHK juga telah mengirimkan surat kepada PT. AA. Areal IUPHHK-HTI seluas ± 296.262 hektar ini berlokasi di Kabupaten Siak, Pelalawan, Bengkalis, Rokan Hilir, Kampar, Indragiri Hilir, Kota Dumai, dan Kota Pekanbaru di Provinsi Riau.
Dalam usulannya itu, jelas Bambang, PT. AA tampaknya kurang serius dalam penyusunan rencana kerja dalam kerangka perlindungan Ekosistem Gambut, karena data/info tidak akurat, dan rencana tidak sistematis.
“KLHK serius memberikan asistensi untuk perbaikan, dengan tenggat waktu yang jelas sesuai peraturan perundangan," ujar Bambang.
Dalam rangka implementasi kebijakan perlindungan Ekosistem Gambut, KLHK melakukan monitoring dan evaluasi secara reguler, guna mencegah berulangnya terjadi kebakaran hutan dan lahan, terutama kebakaran gambut seperti di tahun 2015 yang telah merugikan bangsa Indonesia hingga ratusan triliun rupiah.
PT. RAPP diingatkan bahwa selama 2015-2016 telah tercatat terjadinya kebakaran gambut di areal konsesi PT. RAPP, dan telah diberikan sanksi administratif paksaan pemerintah atas terjadinya kebakaran gambut di 2016. Demikian PT. AA, diingatkan tentang terjadinya kebakaran hutan dan lahan di areal konsesi PT. AA pada 2015, 2016, dan yang sedang diidentifikasi beberapa minggu lalu.
“Artinya, ancaman terjadinya kebakaran hutan dan lahan, terutama kebakaran gambut, masih nyata. Sehingga pelaku usaha IUPHHK-HTI diminta untuk tidak main-main dalam rangka perlindungan Fungsi Ekosistem Gambut,” ungkap Bambang.(*)
Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,
Djati Witjaksono Hadi - 081375633330