SOSIALISASI PERUBAHAN IKLIM DI TINGKAT TAPAK

Tue, 25 October 2016

Nomor : SP. 107 /HUMAS/PP/HMS.3/10/2016



Bengkulu, Biro Humas Kementerian LHK, Selasa, 25 Oktober 2016: Sesuai Keputusan COP-21, Perjanjian Paris secara efektif akan berlaku 30 hari setelah diratifikasi oleh paling sedikit 55 Negara Pihak Konvensi yang jumlah total emisinya sekurang-kurangnya 55 persen dari jumlah total emisi gas rumah kaca global. Untuk itu, Indonesia telah melakukan ratifikasi Perjanjian Paris dimana pada tanggal 19 Oktober 2016 lalu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, dalam sidang paripurna DPR RI yang ke-9 masa sidang pertama tahun 2016-2017, telah menyetujui Rancangan Undang-undang (RUU) Pengesahan Paris Agreement to the United Nations Frame Works on Climate Change atau Persetujuan Paris atas Konvensi Kerangka Kerja PBB mengenai Perubahan Iklim menjadi Undang-undang. Dan menurut informasi RUU tersebut telah ditandatangai Presiden RI menjadi Undang-undang pada 24 Oktober kemaren.

Penyiapan NDC dan Ratifikasi Perjanjian Paris di dalam negeri dilakukan melalui proses konsultasi intensif baik dengan Kementerian/Lembaga maupun Pemerintah Daerah, Parlemen, Civil Societies, dan Sektor Swasta. Untuk itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan Sosialisasi Perubahan Iklim dan Tindak Lanjut Pasca COP-21 Paris di 20 Provinsi di Indonesia dan hari ini (25/10/2016) dilaksanakan di Bengkulu.

Dalam acara sosialisasi tersebut, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Energi, Arief Yuwono, menyampaikan bahwa berdasarkan Laporan Kajian Ke-5 (Assessment Reports 5 atau AR5) Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC), suhu bumi telah meningkat sekitar 0,8°C dalam beberapa dekade terakhir. Pada akhir tahun 2100, suhu global diperkirakan akan lebih tinggi 1,8 - 4°C dibandingkan rata-rata suhu pada 1980-1999. Jika dibandingkan periode pra-industri (1750), kenaikan suhu global ini setara dengan 2.5 - 4.7°C. Proses pemanasan global terutama disebabkan oleh masuknya energi panas ke lautan (kurang lebih 90% dari total pemanasan), dan terdapat bukti bahwa laut terus menghangat selama periode ini.

“Sehingga poin-poin penting Perjanjian Paris adalah; Membatasi kenaikan suhu global di bawah 2?C; Menyampaikan kontribusi penurunan emisi yang dituangkan dalam NDC; Mendorong pendekatan kebijakan dan insentif positif dari sektor kehutanan (misal dari REDD+) melalui result-based payments; Mekanisme market dan non market; Meningkatkan kapasitas adaptasi, memperkuat ketahanan serta mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim”, lanjut Arief Yuwono.

Pemerintah Provinsi Bengkulu menyambut baik langkah tindak lanjut pasca kesepakatan Paris ini. Dalam sambutan pembukaannya, Wakil Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, menyatakan bahwa “Kontribusi Bengkulu terhadap emisi gas rumah kaca tergolong rendah sekali, berdasarkan pemantauan emisi udara, Bengkulu masuk 5 besar kota terbersih di Indonesia”.

“Bengkulu diapit oleh dua samudra dan berada di garis pantai yang sangat panjang, mayoritas penduduknya adalah petani dan nelayan yang sangat bergantung pada perilaku iklim. Untuk itu, kita perlu melakukan upaya bagaimana menyiapkan bumi ini senyaman mungkin untuk jangka panjang dan mengadopsi prinsip pembangunan berkelanjutan. Contoh sederhana adalah bagaimana kita menciptakan rumah tetap terang tanpa lampu dan tetap dingin tanpa AC”, ungkap Rohidin Mersyah.

Sebagai negara kepulauan dengan pantai rendah dan terpanjang nomor dua di dunia, Indonesia rentan terhadap perubahan iklim. Sebagai negara tropis dengan luas hutan serta rawa-gambut yang signifikan, Indonesia memiliki potensi tinggi baik sebagai sumber emisi (source) maupun sebagai sink. Oleh karena itu, sebagai negara peratifikasi Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Protokol Kyoto, Indonesia sangat berkepentingan dengan Perjanjian Paris.

Masuknya Indonesia sebagai negara ke-85 yang meratifikasi persetujuan ini sangat menguntungkan, karena Indonesia yang secara geografis berada pada wilayah yang sangat rentan akan dampak perubahan iklim, dimana diperkirakan negara ini akan mengalami kenaikan suhu rata-rata sebesar 0,5 - 3,92°C pada kurun tahun 2100 yang akan datang. Ini juga berarti, bahwa Indonesia bersama dengan ke-84 negara lainnya terikat secara hukum untuk sama-sama melakukan upaya penjagaan suhu bumi yang dibedakan dan berdasarkan kemampuan masing-masing (common but differentiated responsibilities and respective capabilities), serta memberikan tanggung jawab kepada negara-negara maju untuk menyediakan dana, peningkatan kapasaitas, dan alih teknologi ke pada negara berkembang.

Penanggung jawab berita:
Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahar – 0818432387

Melayani hak anda untuk tahu